Monday, August 6, 2007

Dari Film Soe Hok Gie

Hari ini adalah hari ketika dendam mulai membentuk

Nilai ulanganku delapan tepi oleh guruku dikurangi tiga

Aku tidak senang dengan itu.


Dendam yang disimpan lalu turun ke hati mengeras bagai batu

Sampai hari itu aku tidak pernah jatuh dalam ulangan

Aku iri karena dikelas ada yang menjadi orang ketiga yang terpandai

dalam ulangan tersebut

Aku yakin akulah yang terpandai di banding seluruh kelas


Kalau kakakku ditahan oleh model guru yang tidak tahan kritik,

Aku akan melakukan koreksi habis-habisan

Aku tidak mau minta maaf


Memang demikian kalau dia bukan guru pandai

Tentang karangan saja dia lupa

Aku rasa dalam hal Sastra aku lebih pandai

Guru yang tak tahan kritik boleh masuk keranjang sampah

Guru bukan dewa dan selalu benar

Dan murid bukan kerbau












Kita, generasi baru

Ditugaskan untuk memberantas generasi tu yang mengacau

Kita akan menjadi hakim atas mereka yang dituduh koruptor-koruptor tua

Kitalah generasi yang akan memakmurkan Indonesia

Yang berkuasa sekarang adalah orang-orang yang dibesarkan di jaman Hindia Belanda

Mereka adalah pejuang kemerdekaan ini

Tapi kini mereka telah menghianati apa yang diperjuangkan

Dan rakyat makin lama makin menderita

Aku bersamamu orang-orang malang

Siapa yang bertanggung jawab akan hal ini?

Mereka, generasi tua

Semuanya, pemimpin-pemimpin yang harus ditembak mati di lapangan banteng

Cuma pada kebenaran kita bisa berharap

Dan radio masih berteriak-teriak menyebarkan kebohongan

Kebenaran Cuma ada di langit

Dan dunia hanyalah palsu

Palsu















Sekolah SMA baru saja selesai

Semua kenangan-kenangan yang manis terbayang kembali

Dan aku sadar bahwa semuanya akan-dan harus berlalu


Ada perasaan saying akan kenangan-kenangan tadi

Aku seolah-olah takut menghadapi buta

Dan berharap akan berhadapan dengan masa kini

Dan masa lampau terasa nikmat

Tetapi aku mempunyai kesadaran yang teguh

……….






















……..

Sekarang harga-harga makin membumbung

Kaum”kapitalis”semakin lahap memakan rakyat

Di saat seperti inilah seharusnya kaum intelegensia bertindak

Berbuat sesuatu

Bidang seorang sarjana adalah berpikir dan mencipta yang baru

Mereka harus bisa bebas di segala arus-arus masyarakat yang kacau

Tapi mereka tidak bisa lepas dari fungsi sosialnya

Yaini bertindak demi tanggung jawab sosialnya apabila keadaan telah mendesak


Kaum intelegensia yang terus berdiam di dalam keadaan yang mendesak,

Telah melunturkan sebuah kemanusiaan

Ketika Hitler mulai membuas maka kelompok XXX berkata tidak

Mereka punya keberanian untuk berkata tidak

Mereka, walaupun masih muda, berani menentang pemimpin-pemimpin geng-geng bajingan

Rezim NAZI…?

Bahwa mereka mati itu bukan soal

Mereka telah memenuhi panggilan seorang pemikir

Tiada indahnya penghukuman mereka

Tetapi apa yang lebih puitis, selain bicara tentang kebenaran?

Kita harus mempublikasikan suatu seruan terhadap keberanian berbicara


Kita perlu konsepsi dewasa ini

Segala usaha yang bisa kita lakukan harus dikerahkan

Untuk bisa belajar dan memahami persoalan-persoalan dewasa ini

Masalah ketidakmengertian ini adalah masalah semua kaum intelegensia

Baik dia adalah seorang intelegensia nasionalis,sosialis maupun komunis




Sejarah dunia adalah sejarah pemerasan,

Apakah tanpa pemerasan sejarah tidak ada?

Apakah tanpa kesedihan, tanpa pengkhianatan, sejarah tidak akan lahir?.

Seolah-olah bila kita membagi sejarah,

maka yang kita jumpai hanyalah pengkhianatan.

Seolah-olah dalam setiap ruang dan waktu kita hidup diatasnya.

Ya,.. betapa tragis.

Hidup adalah penderitaan kata Budha

dan manusia tidak bisa bebas daripadanya.


Bagiku kesadaran sejarah adalah sadar akan hidup dan kesia-siaan nilai-nilai,

memang hidup seperti ini tidak enak.

Happy is the battle without history, kata Dousa.

Dan sejarawan adalah orang yang harus mengetahui dan mengalami hidup yang lebih berat
















Aku ingin melihat mahasiswa-mahasiswa jika sekiranya ia mengambil keputusan yang mempunyai arti politis, walau bagaimana kecilnya selalu didasarkan atas prinsip-prinsip yang dewasa. Mereka harus berani mengatakan benar sebagai kebenaran dan salah sebagai kesalahan. Dan tidak menerapkan kebenaran atas nama agama, ormas atau golongan apapun.


Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor, Lumpur-lumpur yang kotor tapi suatu saat dimana kita tidak dapat menghindari diri lagi maka terjunlah!.
























Aku tak mau menjadi pohon bambu, aku ingin menjadi pohon oak yang berani menentang angin.






























Untuk Herman di Irian


Herman, terima kasih untuk suratmu yang tak pernah berhenti datang. Saya sangat membutuhkan teman bicara akhir-akhir ini, menulis pun resanya capai luar biasa, atau mungkin saya sudah muakdan tidak punya inspirasi?. Waktu cepat berlalu, teman-teman kita makin banyak yang meninggalkan Sastra. Saya benr-bernar merindukan masa diman saya, kau, ira, deni, dan teman-teman lain tertawa, bertengkar atau sekedar nonton. Memang Ira masih disini, menjadi asisten dosen sejarah Indonesia tapi kami masih rikuh untuk berbicara. Tentu kamu mengerti sebabnya.


Sastra telah banyak berubah, banyak teman-teman dosen yang tidak punya dedikasi dalam pekerjaannya dan membuat mahasiswa tidak kalah malasnya. Ini hanya salah satu contoh dari banyak kebobrokan di almamater ini yang selalu saya persembahkan . Banyak yang mengeluh saya keras kepala dan selalu mencari masalah.

Biarlah, lebih baik saya diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan. Saya akan membuat tulisan tentang ini semua.


Herman, saya punya rencana naik gunung semeru, mungkin akhir tahun ini. Saya sangat berharap kamu sudah kembali dan bisa ikut serta. Semoga penelitianmu berjalan dengan baik


Salam,


Soe








Aku tak tahu mengapa, aku merasa agak melankoli malam ini.

Aku melihat lampu-lampu kerucut dan arus lalu lintas Jakarta dengan warna-warna baru. Seolah-olah semuanya ini terjebak dalam suatu kombinasi wajah kemanusiaan. Semuanya terasa mesra,

tapi kosong.

Seolah-olah aku merasa diriku yang lepas

dan bayangan-bayangan yang ada menjadi puitis sekali di jalan-jalan.

Perasaan sayang yang amat kuat menguasaiku,

aku ingin memberikan suatu rasa cinta kepada manusia


Akhirnya semua akan tiba pada suatu hari yang biasa,

Pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.

Apakah kau masih selembut dahulu?

Memintaku minum susu dan tidur yang lelap

sambil membenarkan letak leher kemejaku.


Kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih,

lembah pandalawangi.

Kau dan aku tegak berdiri.

Melihat hutan-hutan yang menjadi suram.

Meresapi belaian angin yang menjadi dingin.


Apakah kau masih membelaiku semesra dahulu?

Ketika ku dekap kau dekaplah lebih mesra.

Lebih dekat.


Apakah kau masih akan berkata

“kudengar detak jantungmu”.

Kita begitu berbeda dalam semua,

kecuali dalam cinta.


Hari pun menjadi malam.

Kulihat semuanya menjadi buram.

Wajah-wajah yang tak kita kenal berbicara dengan bahasa yang tidak kita mengerti. Seperti kabut pagi itu




























Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekkah

Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di miraza

Tapi aku ingin menghabiskan waktuku disisimu sayangku

Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu

Atau tentang bunga-bunga yang manis di lembah Pandalawangi


Ada sedadu-serdadu amerika yang mati kena bom di danau

Ada bayi-bayi yang mati lapar di biavra

Tapi aku ingin mati disisimu manisku

Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya

Tentang tujuan hidup yang tak satu setan pun tahu


Mari sini sayangku, kalian yang pernah mesra

Yang pernah baik dan simpati padaku

Tegaklah ke langit luas atau awan yang mendung

Kita tak pernah menanamkan apa-apa

Kita takkan pernah kehilangan apa-apa


Nasib terbaik adalah tidak pernah dilahirkan

Yang kedua, dilahirkan tapi mati muda dan yang tersial adalah berumur tua

Berbahagialah mereka yang mati muda

Makhluk kecil, kembalilah dari tiada ke tiada

Berbahagialah dalam ketiadaanmu















No comments: