BULIR KEPARAT
Buliran-buliran cambuk yang tersiram hujan garam, sedangkan saya tak lagi tahu seapa.
Kepalaku tergedor gerbong-gerbong kereta api yang berjelaga
Perutku manja saja
Lapar, tapi menolak makanan
Santapan para raja seakan tunpukan sampah
Tak tahu adat!
Pelak kukatakan sakit
Sepuluh hal kubenci, delapan diantaranya sakit
Hari ketiga diketahui akan lebih menjenuhkan
Hari kelima mendapat teman sebuliran
Dengan seluruh desa mengekor. Berisik!
Tak tahu adab!
Harusnyalah mereka sadar tempat
Wanita yang ada juga aneh
Semua berputih dan bertopeng
Kepada seorang pernah berkata
“Seperti apakah kiranya tampangmu? Alangkah meruginya bila tak dapat kutatap?”
SEKRE SALAM 17 Agustus 2007
dwianajatisetiaji
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment